Quantcast
Channel: Etersoul Journey » penumpang
Viewing all articles
Browse latest Browse all 2

Hal-hal yang Saya Benci dari Kendaraan Umum (B91 Khususnya)

$
0
0

Sebagai pengguna kendaraan umum dalam keseharianku, banyak hal unik yang sudah aku temui di sini. Mulai dari sisi gelapnya, sampai sisi yang bisa membuat tertawa, yah tertawa ironis. Jujur aja sih, aku mulai menjadi pengguna kendaraan umum sejak 3 tahun yang lalu, tepatnya sejak mulai kuliah. Selama sekolah di TK, SD, SMP sampai SMA, istilah bagi sebagian orang adalah “ngesot sedikit juga udah nyampe ke sekolah”, jadi ga perlu lagi naik kendaraan umum semasa itu. Ditambah pula di jaman itu ke mana-mana lebih sering nebeng mobil teman, diantar atau naik kendaraan umum yang ga bersifat masal seperti bajaj atau taksi.

Sekali memasuki kehidupan sebagai mahasiswa, terpaan siksa naik kendaraan umum (Metromini B91) pun mulai menerjang deras bagaikan badai. Awalnya sih ngerasa aneh aja, tapi makin lama makin terbiasa dan cenderung udah kebal dan hafal dengan sifat-sifat para supir kendaraan umum dan medan yang terdapat selama di jalan. Berikut ini adalah beberapa hal yang paling aku benci dari kendaraan umum.

Berhenti seenak jidat

Yap, ini identik dengan kendaraan umum apapun, mulai dari mikrolet, Kopaja, Metromini sampai ke bus-bus besar. Mungkin kalau ngetem atau berhenti hanya untuk menaikkan penumpang yang sudah tersedia masih bisa dimaklumi. Tapi kebanyakan supir berhenti sembarangan sambil menunggu penumpang mengisi bangku kosong di kendaraan mereka. Berhenti tengah jalan? Ga masalah, yang penting penumpang penuh. Makin serakah supir dan keneknya, makin lama pula bus nya diparkir di tengah-tengah. Kalau diklakson oleh kendaraan di belakangnya, klakson dari mulut sang supir dan kenek jauh lebih nyaring lagi.

Belum lagi ditambah dengan kelakuan konyol para supir dan kenek yang terkadang berhenti ketika berpapasan di tengah jalan dengan “teman sejawatnya”. Mereka bertukar informasi, tertawa, membahas hutang mereka yang bertumpuk, tertawa, ngomongin ini itu anu inu, tertawa, lalu diskusi kalau orang-orang di belakang bus mereka yang memberi klakson berisik sembari mengumpat, tertawa, lalu jalan lagi. Ah, indahnya jalanan di ibukota bila semua supir yang berpapasan selalu seperti ini. Jakarta menjadi kota yang statis alias tidak bergerak dan ceria karena sang supir dan kenek tertawa indah, di kala kendaraan di belakang mereka mukanya nekuk.

Oper sana oper sini

Kelakuan sopir seperti ini yang paling bikin jengkel. Sudah mengambil duit para penumpangnya, lantas penumpangnya diturunkan di tengah jalan seperti sampah yang harus dibuang. Lalu apa yang dilakukan supirnya? Mencari “sampah” lain yang bisa menghasilkan uang dan lalu membuangnya lagi di tengah jalan, ini looping forever sampai si supir merasa udah untuk makan sehari-hari atau ketika sudah harus gantian nyetir dengan supir lain setelah 3 rit. What on earth is the meaning of “rit”? Setauku itu semacam istilah yang sama dengan “lap” kalau di balapan. Yah, maksudnya putaran.

Kalau mengopernya dalam jarak dekat dan penumpangnya sedikit mungkin masih sedikit masuk akal (walau tetap ga bisa ditolerir karena penumpang sudah membayar). Tapi terkadang penumpang diminta untuk mengejar bus di depan yang jauhnya minta ampun kalau sedang macet total. Setelah naik bus tersebut, kenek pun minta bayaran lagi dengan alasan, “ga ada permintaan dari kenek yang ngoper sebelumnya”. Sudah penumpangnya lelah harus mengejar bus di depan, malah ditambah harus ngeluarin ongkos lagi. Belum lagi karena penumpangnya banyak yang dioper, dan bus yang jadi sasarannya pun sedang penuh, alhasil jadi pepes manusia di dalam bus itu.

Aturan dibuat untuk dihilangkan

Aku ingat jelas bahwa dulu sempat ada peraturan yang tertulis di secarik kertas yang ditempel di pintu-pintu bus B91. Isinya adalah bahwa setiap bus harus masuk ke terminal Tanah Abang dari jam sekian sampai jam sekian, lalu harus masuk ke daerah Batusari dari jam sekian sampai jam sekian. Alhasil dengan adanya aturan ini rasio pengoperan penumpang dibanding sampai ke tujuan hanya dengan satu bus pun langsung menjadi sangat berbeda jauh. Ini mungkin menjadi saat-saat terbaik dan mengharukan bagi sebagian penumpang… untuk sementara. Satu atau dua bulan kemudian kertas itu hilang, dan penumpang pun jadi korban penzholiman dari para supir dan kenek.

Masih teringat juga tidak sampai satu bulan yang lalu, terdapat tempelan baru di bus-bus. Isinya bahwa supir yang mengoper penumpang harus membayar penuh kepada supir yang dioper atau dikenai denda 3 kali jumlah penumpang yang dioper. Ada lagi aturan bahwa supir dilarang mendahului dari jalur yang berlawanan dan bila dilanggar akan dikenai sanksi tidak boleh narik dalam 3 hari. Dan di situ tertulis bahwa “hal ini diberlakukan karena adanya pengaduan dari penumpang”. Tiga hari setelah aku pertama kali melihat pengumuman itu, sekelompok supir berkumpul dalam satu bus yang aku tumpangi dan duduk di depan. Mereka membahas bahwa “harusnya pemilik tidak boleh seenaknya menerapkan aturan seperti itu. Kalau ga boleh dahuluin kendaraan lain seperti itu, gimana mereka bisa narik.” Bahkan sesama supir saling mengingatkan supaya ga usah ikut aturan itu karena “ga akan maju”. Satu minggu kemudian, kertas itu bersih dan keadaan kembali menjadi “normal” seperti biasa.

Intinya? Supir dan kenek nomor satu, pemiliki bus nomor dua, penumpang ga memiliki nomor tapi memiliki duit untuk si nomor satu. Right.

Penumpang ga tau diri

Bukan cuma supir aja yang membuat kesal, kadang bahkan penumpangnya sendiri membuat kesal. Mulai dari merokok seenaknya, sampai penumpang gratisan yang justru minta bayaran kepada penumpang lainnya, a.k.a pengamen. Khusus untuk pengamen ini, ada beberapa kesan yang muncul ketika aku melihatnya. Pertama adalah salut, kalau mereka benar-benar niat jadi pengamen dan terlihat mengamen untuk menghibur penumpang, bukan mengutamakan mendapat uang dari penumpangnya sembari menumpang gratisan. Biasanya aku akan memberi apresiasi kepada pengamen tipe seperti ini.

Kedua adalah pengamen yang nyanyinya ga jelas, maksa, bahkan terkadang membacakan sajak bahwa “lebih baik mereka memintanya secara baik-baik daripada merampok, mencuri dan merampas, karena uang seribu tidak akan membuat Anda jatuh miskin.”

Yang jelas ada satu pengamen (peminta-minta) tepatnya yang populer di kalangan penumpang B91: seorang anak kecil yang memberi amplop dengan paksa kepada penumpangnya, lalu berteriak-teriak ga jelas, lalu mengambil lagi amplopnya. Bila ada penumpang yang baru naik, langsung si anak itu menghampiri penumpang dan memberi penumpang itu amplop. Bila ditolak, si anak akan berteriak “ambil!!!”. Beberapa waktu yang lalu seorang bapak sempat memukul anak itu karena dipaksa mengambil amplop itu, alhasil si anak itu pun ga berani berdiri di depan bapak itu sampai si bapak turun, dan sempat terjadi perang kata-kata setelah si bapak turun dengan si anak dengan melontarkan “anjing-anjing”. Dunia memang aneh.

Bus tak layak pakai

Seringkali kalau naik kendaraan umum, yang ditemukan adalah kaca yang sudah pecah (bahkan ga ada kaca sama sekali), bangku yang bergoyang karena besi yang ada sudah patah, langit-langit bus yang terkoyak-koyak, asap hitam yang keluar dari knalpot dan juga tak ada lampu. Dengan keadaan bus yang tidak layak seperti ini, sungguh hebat para penumpang bisa selamat sampai di tujuan ditambah juga supirnya masih bisa narik. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa supir-supir bus Mentromini adalah manusia-manusia yang ajaib. Dengan keadaan seperti ini, ditambah lagi kelakuan yang ugal-ugalan, sangat jarang ditemui kejadian fatal yang menimpa penumpang. Mungkin angkanya kurang dari 1% dari jumlah penumpang yang mengalami kecelakaan. Yang pasti bila Anda duduk dengan tenang dan menikmati keadaan bus yang sedang melaju kencang (bayangkan saja berada dalam simulasi games Need for Speed: Underground), Anda akan selamat sampai di tujuan. Kemungkinan Anda kenapa-kenapa akan lebih tinggi ketika Anda mulai berdiri dan beranjak dari tempat duduk Anda untuk turun dari bus.

Oke, kembali ke topik. Memang ada beberapa bus yang terlihat baru dan terlihat lebih “muda” dibanding bus-bus lainnya, tetapi jumlah ini sangatlah terbanting dibanding dengan bus yang ga layak pakai. Coba saja Anda hitung, berapa kali dalam seminggu Anda mendapat bus yang kacanya ga pecah, catnya masih mulus, besi-besi pegangan masih rapi dan ga berkarat dan lampu di dalam bus masih lengkap (walaupun penutupnya sudah ada yang lepas). Bila beruntung bahkan bangku yang ada juga lebih empuk, bukan cuma sebatas bangku plastik dengan besi karatan yang membuat penumpangnya terancam tetanus di sekelilingnya saja.

Polisiku buayaku

Ah, buaya lagi, buaya lagi. Keberadaan polisi di tengah jalan ga serta merta membuat supir bus jadi lebih tertib. Seringkali supir bus tertib ketika melihat polisi di depan mata, tetapi akan menjadi beringas ketika polisinya sudah pergi. Yang anehnya terkadang polisi ga bertindak apapun ketika melihat keberingasan para supir dalam memacu kendaraannya. Kalaupun ditindak, biasanya ada “jalan tol” menuju pembebasan (yah, u know lah apa maksudku).

Kesimpulan

Mungkin kesimpulan yang paling tepat: inilah budaya angkutan umum di Indonesia dan di Jakarta khususnya. Jadi kalau Anda baru pertama kali datang ke Jakarta dan menikmati sesuatu yang namanya Metromini dan Kopaja ada baiknya berpegangan yang erat apapun yang terjadi, sampai Anda mulai beradaptasi dengan keadaan ini. Sayangnya karena dinamakan budaya akan sulit dihilangkan tanpa campur tangan pihak penjajah atau penguasa. Sistem yang diterapkan pada angkutan umum Jakarta pada umumnya adalah sistem uang setoran, di mana berarti supir harus sering-sering mendapat penumpang untuk menutup biaya setoran tiap harinya. Keadaan inilah yang menjadi penyebab supir bertindak sendiri-sendiri tanpa aturan yang baku, sedangkan pengusaha hanya tahu mengenai administrasi dan ijin angkutan umum, dan menerima uang setoran saja. Bila sesekali diperlukan, baru suku cadang diganti dengan yang lebih “manusiawi”. Alternatifnya, preteli suku cadang dari kendaraan lainnya yang masih bisa dipakai alias kanibalisasi.

Susahnya kalau sistem ini diubah menjadi sistem gaji tapi tanpa kontrol. Entah kenapa di bayanganku para supir akan ogah-ogahan mengantar penumpang berhubung berapapun jumlah penumpangnya yang didapat dan yang disetor kepada pengusaha, mereka akan mendapat gaji yang sama, dengan kata lain gaji buta.

Kadang kepikiran, kapan yah kita bisa menikmati bus umum seperti layaknya bus Transjakarta yang lebih bersih, rapi dan manusiawi. Ga perlulah pakai AC, yang penting penumpang bisa duduk nyaman dan merasa aman tanpa harus melakukan sport jantung tiap kali naik kendaraan umum. Mungkin kita bisa memulai dengan memberi komentar kepada Organda sebagai organisasi yang menaungi pengusaha-pengusaha angkutan umum di websitenya www.organda.or.id. Siapa tahu dengan kekompakkan para penumpang, kenyamanan itu bisa tercapai (walau aku sendiri pesimis dengan hasilnya).


Viewing all articles
Browse latest Browse all 2

Latest Images

Trending Articles





Latest Images